Kita sudah membicarakan fikih sirah peristiwa Islamnya Hamzah dan Umar hingga peristiwa Isra’ dan Mikraj. Ini adalah satu periode dari tahapan sejarah Nabi yang suci. Pada periode ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi intimidasi yang sangat berat dari orang Quraisy dimulai dari diboikotnya beliau di lembah Abi Thalib, setelah itu beliau ditinggal mati oleh pamannya Abu Thalib yang selalu memberikan dukungan dan bantuan kepadanya dalam menghadapi kaumnya. Kemudian juga ditinggal mati oleh istrinya, Khadijah radhiyallahu ‘anha, yang selalu menghibur dan meringankan bebannya.
Untuk menghindari kondisi sulit ini, beliau pun pergi menuju Thaif, tetapi di sana, beliau tidak mendapatkan perlakuan yang baik. Bahkan beliau kembali dengan hati yang sedih karena hinaan dan berpalingnya penduduk tersebut, bahkan mereka melukai kedua kaki beliau dengan kerikil. Ketika beliau tengah mengalami ujian yang amat berat itu, datanglah kepadanya peristiwa Isra’ dan Mikraj yang membawa kemuliaan. Inilah episode sejarah beliau yang merupakan rangkaian yang panjang dari sejarah beliau yang suci.
Pada bagian ini, kita juga akan mendapatkan rangkaian yang lain. Dimulai dari menawarkan Islam kepada para tokoh serta dalam rangka mencari jalan keluar yang lain bagi dakwah. Para tokoh yang datang ke Makkah sekalipun mereka juga menolaknya, tetapi kita mendapati di antara suara yang menolak itu, suara lain yang menyambutnya dengan suka cita. Suara yang menerima seruannya yaitu para jamaah haji dari Suku Aus dan Khazraj dan mereka pun berbaiat kepadanya. Mereka menjadi pendukung dan penolongnya.
Episode ini berakhir dengan kemenangan dari Allah Ta’ala. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat dengan selamat melakukan hijrah ke Madinah. Selanjutnya adalah epidose berikutnya yang merupakan rangkaian penyempurna dimulai dari berkeliling menawarkan Islam kepada beberapa kabilah dan sikap mereka yang juga menolaknya hingga peristiwa hijrah.
Menawarkan Islam kepada Para Tokoh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang sangat suka menyampaikan dakwah. Setiap ada delegasi dari kalangan masyarakat Arab yang memiliki jabatan dan kedudukan, beliau pasti mendakwahkannya dan menawarkan ajarannya. Di antara mereka, ada yang menerima dengan baik seperti:
Suwaid bin Shamit
Beliau adalah seorang penyair yang cerdas berasal dari Yatsrib. Masyarakat menjulukinya ‘Al-Kamil’ (manusia sempurna) karena ketangguhannya, syi’irnya, ningratnya dan status sosialnya. Suatu hari, ia datang ke Makkah untuk melaksanakan haji dan umrah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menawarkan Islam kepadanya.
Ia berkata, “Barangkali apa yang ada padamu sama seperti yang ada padaku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang ada padamu?” Ia menjawab, “Hikmah Lukman.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Coba tunjukkan kepadaku.” Ia pun menunjukkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Sungguh ucapan ini baik dan apa yang ada padaku lebih baik dari ini. Al-Qur’an yang Allah turunkan kepadaku sebagai petunjuk dan cahaya.” Kemudian beliau membacakannya dan mengajak orang itu untuk memeluk Islam. Ia tidak menjauh darinya seraya berkata, “Sungguh ini perkataan yang baik.” Kemudian ia meninggalkannya kembali ke Madinah hingga kemudian terbunuh untuk suku Khazraj. Sebagian tokoh masyarakat kaumnya berkata, “Kami melihatnya bahwa ia terbunuh dalam statusnya sebagai muslim.” (Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayahkarya Ibnu Katsir, 3:147)
Ath-Thufail bin Umar Ad-Dausy
Ia adalah tokoh yang ditaati oleh kaumnya. Ketika ia berada di Makkah, semua tokoh Quraisy menemuinya dan mewanti-wantinya agar hati-hati terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata, “Mereka terus menerus mengingatkanku sehingga aku pun bertekad tidak akan mendengarkan ucapannya. Sampai-sampai aku tutup telingaku dengan kapas.”
Suatu pagi, aku ke masjid dan mendapati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah berdiri mengerjakan shalat. Aku pun mendekat kepadanya dan rupanya Allah Ta’alamenginginkan agar aku mendengarkan sebagian bacaannya. Kemudian aku berkata dalam hati, “Aku adalah orang yang cerdas mengerti sya’ir yang bagus dan yang buruk. Mengapa aku tidak mendengar ucapan orang ini. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beranjak, aku pun mengikutinya dan mengatakan apa yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy, tetapi Allah tidak menginginkan, kecuali Allah ingin memperdengarkan ucapanmu kepadaku. Ternyata aku mendengar ucapan yang sangat bagus. Ceritakanlah urusanmu kepadaku.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menceritakan Islam dan membacakan Al-Qur’an kepadanya. Ia berkata, “Aku pun masuk Islam dan aku katakan, Wahai Nabi Allah, aku adalah orang yang ditaati kaumku. Aku akan kembali menemui dan akan mengajak mereka masuk Islam. Mohonlah kepada Allah agar Dia menjadikan untukku tanda yang akan menolong aku dalam menghadapi kaumku untuk mengajak mereka masuk Islam.” (Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah karya Ibnu Katsir, 3:147)
Menawarkan Islam kepada Beberapa Kabilah
Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan Islam kepada para tokoh, beliau juga menawarkannya kepada beberapa kabilah yang mengunjungi Makkah dalam rangka berhaji dan berumrah atau pada musim-musim tertentu, agar mereka mau menerimanya, mendukungnya, dan menolongnya. Beliau mengajak mereka kepada ajaran tauhid.
Dari Jarir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan dirinya kepada orang-orang pada beberapa tempat seraya berkata,
ألَا رجُلٌ يحمِلُني إلى قومِهِ؛ فإنَّ قُرَيشًا قد منَعوني أن أُبلِّغَ كلامَ رَبِّي.
‘Adakah seseorang yang membawa aku kepada kaumnya karena orang-orang Quraisy menghalangi aku untuk menyampaikan ucapan Rabbku.’” (HR. Abu Daud, no. 4734; Tirmidzi, no. 24, 2925. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Beliau menanyakan setiap kabilah secara berantai, seraya berkata, “Wahai manusia, ucapkanlah laa ilaha illallah, niscaya kalian akan bahagia.” Beliau tidak henti-hentinya mengatakan, “Wahai manusia, ucapkanlah laa ilaha illallah.” Sementara di belakangnya, Abu Lahab selalu menguntitnya sambil berkata, “Ia adalah orang yang murtad dan berdusta.” (HR. Ahmad, 25:404 dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra, 6:21)
Bahkan Abu Lahab tidak hanya berkata buruk, ia juga menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara fisik dengan melemparkan batu hingga kaki beliau yang mulia berdarah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya menghindar dan berpaling tanpa mempedulikannya.
Di antara kabilah yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan dirinya adalah Bani Amir bin Sha’sha’ah, Muharib bin Fazaarah, Ghassan, Murrah, Hanifah, Sulaim, ‘Abbas, Bani Nashr, Kindah (dari Yaman) dan Kalb, Al-Harist bin Ka’ab, Adzrah, Al-Hadharimah, Bakr bin Wa’il yang tinggal bertetangga dengan Persia, Bani Syaiban bin Tsa’labah dengan tokohnya Al-Mutsanna bin Al-Harits Asy-Syaibani. Mereka pada umumnya tidak memenuhi ajakan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara yang beragam.
Ada yang menolak dengan kasar seperti Bani Hanifah dan ada juga yang tidak kasar seperti Bani Syaiban. Pada musim-musim haji ini merupakan kesempatan bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertemu dengan berbagai kabilah Arab yang berada di sebelah utara dan selatan Arab atau mereka yang bertetanggaan dengan Persia atau Romawi.
Referensi:
Fiqh As-Sirah.Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com